Internet untuk Pemerataan Pendidikan

Rabu, 11 Maret 2015 | komentar

Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan: Untuk mendorong penggunaan internet, konten buatan guru diakui sebagai karya ilmiah. Namun, Kemendikbud baru mengusulkan kepada BSNP untuk membuat standar konten


JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, sebanyak 117.277 atau sekitar 50 persen dari jumlah sekolah di Indonesia telah mengakses internet pada pertengahan 2014. Namun, sebagai salah satu cara pemerataan akses pendidikan, pembangunan teknologi pembelajaran itu seharusnya dimulai dari daerah.



Seperti diwartakan sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, pengguna internet meningkat dari 74 juta orang pada 2013 menjadi 111 juta orang tahun 2014. Dunia pendidikan pun mulai merengkuh internet sebagai bagian alat dukung.
Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ari Santoso mengatakan, infrastruktur untuk internet belum terpenuhi di beberapa daerah, khususnya wilayah timur Indonesia. "Namun, kami menargetkan semua sekolah dapat mengakses internet pada 2019," ujar Ari, Senin (9/3), di Jakarta. Saat ini, di Indonesia terdapat 234.919 sekolah, terdiri atas jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah.
Untuk tercapainya akses internet ke semua sekolah, Ari mengatakan, terdapat dana untuk mengakses internet dalam petunjuk teknis bantuan operasional sekolah. Dana tersebut untuk setiap murid SD sebesar Rp 700.000, SMP sebesar Rp 1 juta, dan SMA sebesar Rp 1,2 juta per tahun mulai 2015.
"Setiap sekolah sudah dapat membangun infrastruktur untuk internet," kata Ari yang juga merupakan Plt Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pembangunan infrastruktur akses internet bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga menyiapkan konten yang akan menjadi bahan pembelajaran murid melalui internet. Konten digital tersebut antara lain berbentuk gambar, audio, animasi, video, dan buku internet (e-book) yang terkait dengan pendidikan. Hingga kini, tercatat sekitar 70.000 konten. "Konten ini akan membantu murid yang berada di daerah dapat mengakses ilmu yang sama dengan di kota," lanjut Ari.
Pemerataan
Pengamat pendidikan, yang juga Guru Besar Matematika di Institut Teknologi Bandung, Iwan Pranoto mengatakan, keberadaan internet di sekolah bertujuan memeratakan akses pendidikan di kota dan daerah. "Jadi, daerah yang paling utama dan pertama membutuhkan internet, bukan kota," katanya.
Terlebih lagi, jumlah guru masih sedikit di daerah sehingga murid kadang tidak bersekolah. Keberadaan internet dapat menjangkau daerah terpencil untuk proses pembelajaran bagi murid. "Internet tidak menggantikan guru, tetapi menjadi solusi untuk daerah yang tidak memiliki guru," kata Iwan.
Selain internet, teknologi pembelajaran dalam bentuk luring (luar jaringan) juga dapat menjadi media pembelajaran. Komputer dapat diisi dengan buku-buku digital, film edukasi, animasi, dan soal-soal mata pelajaran. "Murid dapat belajar sendiri tanpa guru," lanjut Iwan.
SMA terbuka
Ari mengatakan, pemerintah juga memanfaatkan internet untuk membuat program SMA terbuka di tujuh daerah, yakni Sorong, Padalarang, Merangin, Narmada, Kepanjen, Gambut, dan Davao. SMA terbuka menggunakan fasilitas teknologi informatika dengan bimbingan belajar secara daring sekitar 80 persen dan tatap muka 20 persen.
Saat ini, jumlah murid di SMA terbuka sebanyak 960 orang dan telah ada 126 modul. Program yang dilakukan Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus itu disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi murid di daerah.
"Ini adalah bentuk pembelajaran jarak jauh. Meski tidak dapat datang karena masalah jarak, mereka tetap bisa belajar," kata Ari.
Pihaknya juga telah membuat pelatihan teknologi informatika untuk guru. Dari total sekitar 3 juta guru, terdapat sekitar 10.000 guru master, yakni guru yang telah mendapatkan pelatihan dan dapat melatih guru lain. Saat ini, 90.000 guru aktif menggunakan internet sebagai teknologi pembelajaran. "Keaktifan guru menjadikan persebaran pengetahuan semakin besar," kata Ari.
Untuk mendorong penggunaan internet, konten buatan guru diakui sebagai karya ilmiah. "Namun, kami baru mengusulkan kepada Badan Standar Nasional Pendidikan untuk membuat standar konten," ujar Ari. (B05)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Maret 2015, di halaman 11 dengan judul "Internet untuk Pemerataan Pendidikan".
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Risqk Template | ReDesign Mas Ris Template
Copyright © 2015. KOGTIKPI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger